Profil WS Rendra: Si Burung Merak Penyair Teater dan Suara Perlawanan ๐ฅ
Halo Sobat Sastra!
Kalau kamu pernah melihat puisi dibacakan dengan ekspresi penuh, suara lantang, dan gerakan teatrikal—besar kemungkinan kamu sedang menonton jejak WS Rendra. Penyair satu ini tidak hanya menulis, tapi menghidupkan puisinya di atas panggung. Ia dijuluki sebagai “Si Burung Merak”, karena tampilannya yang nyentrik, energik, dan flamboyan.
Lebih dari sekadar penyair, WS Rendra adalah seniman multitalenta: dramawan, aktor, sutradara, sekaligus aktivis sosial.
๐งพ Identitas Singkat
Nama lengkap: Willibrordus Surendra Broto Rendra
Nama pena: WS Rendra
Lahir: 7 November 1935, Solo, Jawa Tengah
Wafat: 6 Agustus 2009, Depok, Jawa Barat
Julukan: Si Burung Merak
Pendidikan: American Academy of Dramatic Arts, New York
Aktif berkarya: 1950-an hingga akhir hayat
๐️ Ciri Khas dan Gaya Berkarya
WS Rendra adalah penyair panggung. Puisinya tidak hanya dibaca, tapi diperformakan. Ia percaya bahwa puisi bukan hanya milik elit intelektual, tapi bisa dinikmati semua orang—jika dibawakan dengan semangat dan jiwa.
Ciri khas puisinya:
Bertema kemanusiaan, politik, kritik sosial, dan cinta
Gaya bahasa terang, lugas, dan teatrikal
Sering memakai dialog, monolog, dan pengulangan ritmis
Dipengaruhi oleh drama klasik, budaya Jawa, dan spiritualitas Timur–Barat
“Puisi adalah suara nurani, bukan suara penguasa.”
๐ Karya-Karya Penting WS Rendra
๐ Kumpulan Puisi
Balada Orang-Orang Tercinta (1957)
Blues untuk Bonnie (1971)
Potret Pembangunan dalam Puisi (1978)
Sajak-Sajak Cinta (1986)
Mastodon dan Burung Kondor (1991)
๐ Puisinya menggambarkan suara orang kecil, perlawanan terhadap ketidakadilan, dan kadang juga kritik tajam terhadap penguasa.
๐ญ Karya Drama dan Teater
WS Rendra mendirikan Bengkel Teater di Yogyakarta dan kemudian di Depok. Ia banyak mementaskan:
“Kisa Perjuangan Suku Naga”
“Sekda”
“Hamlet” (dalam adaptasi khas Indonesia)
“Oedipus Rex” versi lokal
Teater baginya adalah alat perjuangan dan pendidikan masyarakat.
๐ค Penyair yang Tak Takut Bersuara
Di era Orde Baru, WS Rendra menjadi salah satu seniman yang berani mengkritik pemerintah lewat puisi dan pementasan. Ia sempat dicekal, ditahan, dan disensor, tapi tetap bersuara. Salah satu puisi terkenalnya:
“Sajak Seonggok Jagung”
Menggambarkan potret kemiskinan dan ketimpangan sosial dengan bahasa sederhana tapi menggugah.
๐ Peran Intelektual dan Spiritualitas
Selain sebagai seniman, Rendra juga dikenal spiritual dan kontemplatif. Ia sempat berpindah agama dan terbuka terhadap berbagai tradisi filsafat. Baginya, agama adalah soal nurani dan kebijaksanaan, bukan formalitas.
๐ Penghargaan
Penghargaan SEA Write Award
Anugerah Seni dari Pemerintah RI
Tokoh Kebudayaan dan Sastra yang dikenang lintas generasi
Puisinya masuk kurikulum sekolah dan dibacakan di panggung-panggung publik
๐ Warisan Abadi
WS Rendra meninggalkan warisan besar:
Puisi yang menggugah nalar dan nurani
Teater sebagai alat perjuangan
Keberanian untuk berkata jujur di tengah tekanan
Ia bukan sekadar sastrawan, tapi suara hati bangsa.
WS Rendra membuktikan bahwa puisi bukan sekadar kata indah, tapi bisa menjadi alat perlawanan, refleksi, dan pengingat kemanusiaan. Meski ia telah tiada, puisinya masih berdiri tegak—mengingatkan kita untuk tidak diam saat ketidakadilan terjadi.
“Ketika kata tak lagi bernyawa, maka teater adalah nyawa kata.”
— WS Rendra
Kamu punya puisi Rendra favorit? Atau pernah nonton pementasannya? Yuk, share di kolom komentar! ๐ญ๐
#WSRendra #SiBurungMerak #PenyairIndonesia #BengkelTeater #PuisiPerlawanan #SastraIndonesia #ProfilTokoh
Komentar
Posting Komentar